Selasa, 26 November 2019

ANTIKONVULSAN


ANTIKONVULSAN


Definisi Antikonvulsan
Anti konvulsan adalah kelompok obat yang secara khas mengakibatkan berbagai gejala neuropsikiatrik apabila dosisnya melebihi kisaran teraupetik yang lazim. Meskipun demikian, beberapa obat anti konvulsan dapat mengakibatkan masalah pada sebagian kecil pasien bahkan pada dosis yang normal.
Anti konvulsan merupakan salah satu jenis obat yang digunakan unuk mengembalikan rangsangan sel saraf unuk bekerja normal dan mencegah terjadinya kejang. Selain itu, anti konvulsan dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang di akibatkan oleh gangguan saraf ( neuropati ) atau mengobati gangguan bipolar.

Definisi Epilepsi
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut bangkitan atau seizure); dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini  biasanya diserta kejang (konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau  psikik dan disertai gambaran letupan EEG abnormal dan eksesif. Berdasarkan gambaran EEG (electroencephalography), alat untuk memeriksa gelombang otak, epilepsi dapat dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksismal. Pada masyarakat awam, epilepsi dikenal dengan nama penyakit ayan atau mati kambing.
Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal dan eksesif, terjadi disuatu focus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksismal. Focus ini merupakan neuron epileptik yang sensitif terhadap rangsang sehingga disebut neuron epileptik. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi.

MEKANISME KERJA OBAT ANTI KEJANG
Pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan penyebaran kejang.
1. Inhibisi kanal Napada membran selakson. Contoh: fenitoin, karbamazepin, topiramat, lamotrigin, valproat, dan zonisampid.
2.Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang berperan pada peace maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di korteks). Contoh: etosuksimid, trimetadon, asam valproat.

Peningkatan inhibisi GABAMekanisme ini bisa terjadi dengan dua cara:

a.   Langsung pada kompleks GABA dan kompleks Cl-. Contoh: benzodiazepin dan barbiturat.

b. Menghambat degradasi GABA dengan mempengaruhi ambilan kembali dan   metabolisme GABA. Contoh: tiagabin, vigabatrin, asamvalproat, dan gabapentin.

Hubungan struktur aktivitas secara umum
1.  Substitusi pada C5 dari hidantoin dan oxazolidinedion  atau C2 dari suksimid menentukan aktivitas anti kejang yang dikontrol.
2. Hidantoin dengan sedikitnya 2 gugus fenil merupakan obat pilihan pada kejang generalis  tonik-klonik. Substitusi di-fenil meningkatkan potensi anti-grand mal dibanding substitusi fenil tunggal.
3. Oxalidinedion yang disubstitusi pada C5 dengan rantai alkil pendek (metil atau etil) lebih efektif mengobati petit-mal, kurang efektif mengobati grand-mal.
4.  Suksinimid yang merupakan anti-petit mal paling poten, memiliki gugus alkil pendek pada C2.
5. Oxazolidindion lebih toksik, untuk itu sksinimid lebih aman sebagai alternatif untuk absence-seizure (petit mal).

1. Turunan Hidantoin
Hidantoin memiliki struktur mirip dengan barbiturat, namun pada hidantoin tidak ada bagian 6-okso. Kedua obat ini berguna untuk anti tonik-klonik generalis (grand mal) dibanding anti-absence (petit-mal). Hidantoin memiliki 5 cabang pada struktur cincin yang mengandung 2 nitrogen dalam konfigurasi ureida. Obat-obat antiepilepsi yang memiliki struktur hidantoin yaitu fenitoin, HPPH (2-(1-Hexyloxyethyl)-2-devinyl pyropheophorbide-a), fosfenitoin, ethotoin, mefenitoin.
Hubungan struktur aktivitas:
Substitusi pada C5 dari hidantoin menentukan aktivitas anti kejang yang dikontrol.
Hidantoin dengan sedikitnya 2 gugus fenil merupakan obat pilihan pada kejang generalis  tonik-klonik. Substitusi di-fenil meningkatkan potensi anti-grand mal dibanding substitusi fenil tunggal.
a. Fenitoin
Fenitoin berikatan dengan kanal Na, menstabilkan inaktivasi kanal Na, dan menghambat aktivitas kejang secara cepat ke area kortikal. Efek samping yang biasa terjadi adalah nistagmus, ataksia, disarithria, dan sedasi. Antikonvulsan aromatik seperti fenitoin berkaitan dengan beberapa efek toksik termasuk reaksi hipersensitif (ruam, agranulositosis, trombositopenia). Fosfofenitoin, merupakan prodrug dari fenitoin dikembangkan untuk menghindari iritasi vena, kerusakan jaringan dan nekrosis otot yang diakibatkan pemberian fenitoin parenteral.
b. Mefentoin
Mefentoin adalah n-metilasi pada posisi 3 dengan gugus etil yang diganti salah satu substituen fenilnya pada posisi 5. Mefentoin lebih sedasi dibanding fenitoin dan seharusnya menjadi obat paling aman namun gagal. Hal ini disebabkan karena peningkatan insiden toksik serius seperti rash berat, agranulositosis, dan hepatitis. Bagian metabolit n-desmetil dan 5-fenil-5-etilhidantoin berperan dalam efek tokisistasnya.

2. Barbiturat (fenobarbital, mephobarbital, primidone)
Merupakan subsitusi dari derivat pirimidine dengan konfigurasi ureide. Merupakan  asam lemah lipofilik (pK 7-8) dan terdistribusi dengan baik ke otak. Meskipun banyak barbiturat menunjukkan aktivitas hipnotik sedatif, hanya beberapa yang punya efek antiseizure. Banyak barbiturat dapat menyebabkan kejang. Barbiturat yang berguna secara klinis untuk AEDs adalah phenobarbital, mephobarbital dan primidone.
Mekanisme dari kerja antiseizure pada barbiturate belum diketahui namun diperkirakan untuk meningkatkan blockade dari sodium channel dan meningkatkan transmisi GABA-mediated inhibitory.
a.  Fenobarbital
Digunakan untuk konvulsif disorder dan menjadi drug of choice pada bayi berumur 2 bulan. Diindikasikan untuk pengobatan pada parsial atau kejang tonik klonik  di semua usia, meskipun kurang efektif dari phenitoin atau CBZ pada dewasa (40). Meskipun digunakan secara monoterapi, biasanya dikombinasi dengan AED lain.
Fenobarbital dapat digunakan dengan rute parenteral, seperti garam sodium untuk keadaan daruratdan untuk keadaan acute convulsive disorder dengan eclampsia, meningitis, tetanus, dan untuk anestesi lokal. Karena onset nya lambat maka diberikan setelah benzodiazepin untuk pengobatan status epileptikus.
Farmakokinetik :
Fenobarbital adalah asam lemah (PKA 7,4 log P = 1,53 pada pH 7,4) 50% terionisasi pada pH fisiologis dan didistribusikan dengan baik ke dalam SSP. Absorbsi secara oral lambat, dengan bioavailabilitas oral 80% -100% dan menunjukkan kinetika linear. 40-60% protein plasma fenobarbital terikat dan mempunyai waktu paruh yang panjang yaitu 2-6 hari, yang menghasilkan konsentrasi plasma sangat stabil sekitar 25-50% dari dosis.
b. Mefobarbital (Mebaral)
Merupakan derivat barbiturat AED dengan pKa 7,7 (log P=1,84 pada pH 7,4). 50% dari dosis oral mephobarbital diabsorpsi di jalur gastrointestinal. Konsentrasi plasma yang digunakan untuk efek terapetik tidak diketahui. Akar utama metabolisme mephobarbital adalah N-demetilasi oleh hati untuk membentuk fenobarbital, yang dapat diekskresikan dalam urin tidak berubah dan sebagai yang p-hidroksi metabolit dan glukuronida atau sulfat konjugat.
c.  Primidon (Mysoline)
Primidon adalah turunan 2-deoksi fenobarbital dan disetujui oleh US FDA untuk pengobatan awal atau penunjang kejang parsial sederhana, parsial kompleks, dan tonik-klonik. Kurang efektif terhadap jenis kejang dibandingkan fenitoin atau CBZ. Meskipun tidak disetujui untuk tujuan tersebut, sering digunakan untuk mengobati tremor familial jinak (tremor esensial).

3.   Suksinimida
Karena oksazolidindion bersifat toksik, dicari pengganti yang memiliki efek toksik lebih rendah. Penggantian cincin O pada oksazolidindion dengan gugus metil memberikan antiseizure suksinimida. Secara klinis suksinimida yang digunakan termasuk etosuksimid, metsuksimid, dan fensuksimid. Suksinimida diindikasikan untuk monotetapi pada absence seizure atau terapi kombinasi ketika kejang tipe lain terjadi bersamaan dengan absence seizure. Aktivitas suksinimida relatif sama dengan turunan oksazolidindion tetapi efek sampingnya lebih rendah.
a. Etosuksimid
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan typical absence seizure (toksisitasnya lebih rendah dibanding trimetadion), tapi tidak efektif melawan parsial kompleks atau kejang tonik-klonik. Etosuksimid merupakan substrat  CYP3A4 dan CYP2E1. Metabolit utama pada suksinimida yaitu 3-(1-hydroxyethyl) suksinimida, yang tidak aktif dan terekskresi dalam betuk tidak terkonjugasi dalam urin.
b. Metsuksimid
Metsuksimid tidak umum digunakan, diindikasikan untuk absence seizure refractory dengan obat lain. Biasanya dikombinasikan dengan fenitoin atau fenobarbital ketika absence seizure terjadi bersama dengan gejala tonik klonik. Banyak efikasi dari metsuksimid dikaitkan dengan desmethyl metabolitnya. Pada metsuksimid waktu paruhnya antara 2,6-4 jam, namun waktu paruh untuk N-desmethylsuximide adalah 25 jam, yang menyebabkan substansi terakumulasi.
c. Fensuksimid
Fensuksimid jarang digunkan untuk pengobatan absence seizure refractory, karena diperkirakan tidak lebih efektif dibanding etosuksimid. Fensuksimid diekskresi melaului urin dan empedu.

2 komentar:

  1. Agstrian saya ingin bertanya apakah obat-obatan antikonvulsan dapat menyebabkan efek samping?

    BalasHapus