Minggu, 01 Desember 2019

 ANTIHISTAMIN


Banyak sekali penyakit yang sekarang ditemui pada masyarakat disekitar kita. Namun hal tersebut tidak disadari oleh kita bahkan sudah dianggap hal biasa. Tentu saja hal ini membuat penyakit tersebut menjadi lebih parah atau berangsur tidak sembuh, misalnya seperti alergi. Alergi merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya bintik-bintik dan disertai dengan rasa gatal. Bintik-bintik ini ditandai dengan warna merah dan bisa terdapat dalam satu bagian organ seperti kulit bagian tangan ataupun kulit bagian seluruh tubuh. Begitu pula untuk rasa gatal yang dirasakan akibat alergi berbeda. Hal ini diakibatkan rangsangan gatal atau alergen dan imunitas tubuh seseorang yang berbeda-beda. Namun pada kenyataannya alergi pada seseorang dianggap biasa saja. Padahal bisa menyebabkan penyakit yang lebih serius.

(Gambar 1. Alergi)

          Antihistamin (antagonis histamin adalah zat yang dapat  mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap  tubuh dengan jalan memblokir reseptor histamin.  Histamin merupakan derivat amin dengan berat 
molekul rendah yang diproduksi dari L-histidine. Ada  empat jenis reseptor histamin, namun yang dikenal  secara luas hanya reseptor histamin H1 dan H2. Reseptor H1 ditemukan pada neuron, otot polos, epitel 
dan endotelium. Reseptor H2 ditemukan pada sel  parietal mukosa lambung, otot polos, epitelium, 
endotelium, dan jantung. Sementara reseptor H3 dan H4  ditemukan dalam jumlah yang terbatas. Reseptor H3 terutama ditemukan pada neuron histaminergik, dan  reseptor H4 ditemukan pada sum-sum tulang dan sel  hematopoitik perifer (Greaves, 2005).

         Penggunaan antihistamin biasanya memiliki efek samping yang merugikan namun dapat juga menguntungkan bagi tubuh. Hal ini tergantung pada cara penggunaannya. Contohnya saja Dimenhydrinate yang merupakan komponen zat aktif produk Antimo. Pada dasarnya Antimo dapat meredakan rasa gatal namun memiliki efek samping mengantuk.
(Gambar 2. Ilustrasi Mengantuk)

          Baru-baru ini ditemukan antihistamin yang sangat optimal untuk digunakan pada penggunaan dermatologi atau bagian kulit yakni Rupatadin. Rupatadin juga memiliki aktivitas antagonis  platelet activating factor. Platelet activating factor adalah salah satu fosfolipid endogen yang memediasi  inflamasi dan dibentuk oleh sel inflamasi seperti  makrofag alveolar, eosinofil, sel mast, basofil, platelet dan netrofil yang dikeluarkan sebagai respon terhadap  reaksi alergi/inflamasi. Reaksi ini berhubungan dengan  peningkatan permeabilitas vaskular, kemoatraksi  eosinofil, bronkokonstriksi, hiperresponsif jalur nafas, dimana semua ini terlibat dalam patofisiologi rinitis,  asma dan anafilaksis. Tambahan lagi, peningkatan  level plasma dari PAF dilaporkan juga pada pasien  urtikaria dan psoriasis dibandingkan dengan orang  sehat. Aktivitas anti PAF Rupatadin lebih rendah dari  antagonis spesifik PAF WEB-2086 dan Ginkgolid B,  tetapi lebih tinggi dibandingkan antihistamin loratadin, ketotifen, mepyramine, cetirizin atau terfenadin (Shamizadeh et al, 2014).

(Gambar 3. Struktur Kimia Rupatadin)

Permasalahan
1. Apa saja obat-obat antihistamin yang banyak beredar?
2. Bagaimana cara kerja antihistamin sehingga menyebabkan rasa mengantuk?
3. Kapan kita seharusnya mengkonsumsi antihistamine?

Jawab 
1. - Dimenhydrinate
    - Dimenhydramine
    - Chlorpeniramine Maleas
    - Dexchlorpeniramine Maleas
    - Loratadine
    - Mebhydroline

2. Antihistamin memiliki sifat lipofilik yang dapatmenembus sawar darah otak sehingga dapatmenempel pada reseptor H1 di sel-sel otak.Dengan tiadanya histamin yang menempel padareseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun dantimbul rasa mengantuk

3. Kita seharusnya mengkonsumsi antihistamine jika keadaan alergi yang kita derita sudah harus memerlukan obat yang dapat meredakannya. Jika perlu kita harus berkonsultasi dengan dokter dan apoteker terkait masalah ini.

Sabtu, 30 November 2019

ANALGETIK

ANALGETIK

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum) (Tjay, 2007).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45°C (Tjay, 2007).
Mekanisme Nyeri Ada 4 tahap dalam proses terjadinya nyeri (pathways nyeri), yaitu:
1. Proses Transduksi
Proses dimana stimulus  noksius diubah ke impuls elektrikal pada  ujung saraf. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli)  seperti tekanan fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung - ujung saraf perifer (nerve ending ) atau organ-organ tubuh (reseptor meisneri,merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni). Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor- reseptor nosiseptif dan dikeluarkannya  zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.
2. Proses Transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spino thalamicus dan sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ- organ yang lebih
dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut- serabut saraf disini mempunyai sinaps interneuron  dengan saraf- saraf berdiameter besar dan bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex cerebri  dan dirasakan sebagai persepsi  nyeri.
3. Proses Modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri   yang terjadi disusunan saraf pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara si stem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap orang.
4. Proses Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik.
Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan yang terendah saat orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan (Tjay, 2007). Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni :
a. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker (Tjay, 2007).
b. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium yang berasal dari getah Papaverum somniferum yang mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya, morfin, codein, tebain, dan papaverin (Dewoto, 2008). Sering terjadi penyalahgunaan analgesik opioid karena adanya efek euforia dan ketagihan sehingga penggunaannya pun dibatasi.
Secara kimiawi analgetika perifer dapat dibagi dalam bebrapa kelompok, yakni :
a. Parasetamol
b. Salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat
c. Penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen, dll
d. Derivat-antranilat : mefenaminat, glafenin
e. Derivat-pirazolon : propifenazon, isopropilaminofenazon, dan metamizol
f. Lainnya : benzidamin (Tantum) (Tjay, 2007).

I. Analgetik Narkotik (analgetik opioid)
Analgetik narkotik (analgetik opioid) adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi, dan kolik usus atau ginjal. Analgetik narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi anestesi, bersama-sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi.
Analgetik opioid merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opioid yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal: Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin. Tanpa bahaya adiksi:
- Obat yang berasal dari opium-morfin
- Senyawa semisintetik morfin
- Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin
Analgetik opioid mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.
Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.
Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.
Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.
Ada beberapa jenis Reseptor opioid  yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε.  (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or “orphan” opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas fungsinya).

Reseptor μ memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap μ  opioid. reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor δ dan reseptor  κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor  μ selektif untuk opioid analgesic.

Mekanisme umum
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya: Analgesik, medullary effect, Miosis, immune function and Histamine, Antitussive effect, Hypothalamic effect GI effect.
Efek samping  yang dapat  terjadi yaitu Toleransi dan ketergantungan, Depresi pernafasan, Hipotensi, dll.
Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:
- Agonis opioid menyerupai morfin (pd reseptor μ, κ). Contoh: Morfin, fentanil.
- Antagonis opioid. Contoh: Nalokson.
- Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi.
- Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin,
  malbufin, butorfanol.

Obat-obat Opioid Analgesics (Nama Generik)
Alfentanil, Benzonatate, Buprenorphine, Butorphanol, Codeine, Dextromethorphan Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine, Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM, Levopropoxyphene, Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine, Nalbuphine, Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine, Propoxyphene, Sufentanil.
1. Agonis Kuat
a. Fenantren
Morfin, Hidromorfin, dan oksimorfon merupakan agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri hebat. Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat.
b. Fenilheptilamin
Metadon mempunyai profil sama dengan morfin tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam keadaan nyeri akut, potensi analgesik dan efikasinya paling tidak sebanding dengan morfin. Levometadil asetat merupakan Turunan Metadon yang mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada metadon.
c. Fenilpiperidin
Meperidin dan Fentanil adalah yang paling luas digunakan diantara opioid sintetik yang ada, mempunyai efek antimuskarinik.Subgrup fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan alventanil.
d. Morfinan
Levorfanol adalah preparat analgesik opioid sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin namun manfaatnya tidak menguntungkan dari morfin.

2. Agonis Ringan sampai sedang
a. Fenantren
Kodein, Oksikodoa, dihidrokodein, dan hidrokodon, semuanya mempunyai efikasi yang kurang dibanding morfin, atau efek sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk memperoleh efek analgesik yang sebanding dengan morfin, penggunaan dengan kombinasi dalam formulasi-formulasi yang mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain.
b. Fenilheptilamin
Propoksifen aktivitas analgesiknya rendah, misalnya 120 mg propoksifen = 60 mg kodein.
c. Fenilpiperidin
Difenoksilat dan metabolitnya, difenoksin digunakan sebagai obat diare dan tidak untuk analgesik, digunakan sebagai kombinasi dengan atropin. Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk mengontrol diare. Potensi disalahgunakan rendah karena kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak.

3. Mixed Opioid Agonist–Antagonists or Partial Agonists
a. Fenantren
Nalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan antagonis reseptor mu. Pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasan. Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial reseptor mu. Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai nalbufin, mendetoksifikasi dan mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin.
b. Morfinan
Butorfanol efek analgesik ekivalen dengan nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis ekivalen, merupakan suatu agonis reseptor kapa.
c. Benzomorfan
Pentazosin adalah agonis reseptor kapa dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu yang lemah. Obat ini merupakan preparat campuran agonis-antagonis yang tertua. Dezosin adalah senyawa yang struktur kimianya berhubungan dengan pentazosin, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap reseptor mu dan kurang bereaksi dengan reseptor kappa,mempunyai efikasi yang ekivalen dengan morfin.

4. Antagonis Opioid
Nalokson dan Naltrekson merupakan turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N, mempunyai afinitas tinggi untuk berikatan dengan reseptor mu, dan afinitasnya kurang berikatan dengan reseptor lain.Penggunan utama nalokson adalah untuk pengubatan keracunan akut opioid, masa kerja nalokson relatif singkat, Sedangkan naltrekson masa kerjanya panjang, untuk program pengobatan penderita pecandu. Individu yang mengalami depresi akut akibat kelebihan dosis suatu opioid, antagonis akan efektif menormalkan pernapasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil aktivitas usus, dan lain-lain.

5. Drugs Used Predominantly as Antitussives
Analgesic opioid adalah obat yang paling efektif dari semua analgesic yang ada untuk menekan batuk. Efek ini dicapai pada dosis dibawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek analgesik. Contoh obatnya adalah Dekstrometrofan, Kodein, Levopropoksifen.

Analgetik Non-narkotik
Analgetik non-narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga sering disebut analgetik ringan. Analgetik non-narkotik bekerja menghambat enzim siklooksigenase dalam rangka menekan sintesis prostaglandin yang berperan dalam stimulus nyeri dan demam. Karena itu kebanyakan analgetik non-narkotik juga bekerja antipiretik. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik/Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Berdasarkan struktur kimia, analgetik non narkotik dibagi 7 kelompok antara lain:
1. Turunan Asam Salisilat
Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik antipiretik dan antirematik. Obat ini bisa digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri yang berhubungan dengan rematik. Penggunaan asam salisilat tidak pernah dilakukan secara per oral karena terlalu toksik. Efek samping nya adalah iritasi lambung karena gugus karboksilat bersifat asam. Senyawa-senyawa turunan asam salisilat seperti aspirin, salisilamid, diflunisal lebih banyak digunakan.
Untuk meningkatkan aktivitas analgesik antipiretik dan mengurangi efek sampingnya dapat dilakukan dengan 4 jalan yaitu :
a. Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester maupun amida. Contoh : metil salisilat, asetaminosalol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat & salisilamid
b. Substitusi pada gugus hidroksil.
Contoh : aspirin (asam aseti salisilat), salisil.
c. Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Berdasarkan pada prinsip salol, senyawa secara in vivo akan terhidrolisis menjadi aspirin.
Contoh : aluminium aspirin dan karbetil salisilat.
d. Memasukkan gugus OH pada cincin aromatik atau menambah gugus lain. Contoh : diflunisal, flufenisal, meseklazon.

Hubungan struktur dan aktivitas pada turunan asam salisilat :
1. Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dengan gugus hidroksil harus berdekatan.
2. Turunan halogen seperti 5-klorsalisilat dapat menambah aktivitas namun memiliki toksisitas yang lebih besar.
3. Pemasukan gugus amino pada posisi 4 akan menyebabkan hilangnya aktivitas.
4. Pemasukan gugus metil pada posisi 3 akan menyebabkan metabolisme gugus asetil menjadi lebih lambat.
5. Penambahan gugus aril pada posisi 5 akan meningkatkan aktivitas.
6. Adanya gugus difluorofenil pada posisi para dengan karboksilat (misal diflunisal) akan menambah aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping (iritasi saluran cerna).
7. Iritasi lambung pada aspirin ditujukan pada gugus karboksilat sehingga esterifikasi gugus akan mengurangi efek iritasi.

2. Turunan Anilin & para Aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol memiliki aktivitas sebagai analgesik antipiretik namun tidak memiliki aktivitas sebagai antiradang dan antirematik. Efek samping yang sering terjadi adalah methaemoglobin dan hepatotoksik. Contoh : asetaminofen, asetanilid, dan fenasetin.
Hubungan struktur aktivitas pada turunan anilin dan p-aminofenol :
1. Anilin memiliki aktivitas antipiretik yang tinggi namun efek sampingnya juga besar karena menyebabkan methaemoglobin (Hb dalam bentuk ferri, tidak dapat berfungsi membawa oksigen).
2. Substitusi pada gugus amino mengurangi kebasaan sehingga mengurangi aktivitas dan efek sampingnya.
3. Turunan aromatik pada asetanilid dan benzanilid sukar larut dalam air, tidak dapat membawa cairan tubuh ke reseptor sehingga mengurangi aktivitasnya. Salisilanilid meskipun tidak memiliki efek antipiretik namun dapat digunakan sebagai antijamur.
4. Para-aminofenol merupakan produk metabolit dari anilin dan memiliki toksisitas lebih rendah namun masih terlalu toksik untuk digunakan sebagai obat sehingga perlu modifikasi strukturnya.
5. Asetilasi pada gugus amino pada p-aminofenol dapat mengurangi efek samping.
6. Esterifikasi pada gugus hidroksi dengan metil (anisidin), etil (fenetidin) meningkatkan efek analgesik namun karena masih mengandung amina bebas, dapat menyebakan methaemoglobin.
7. Pemasukan gugus polar, gugus karboksilat ke dalam inti benzen, akan menghilangkan aktivitas.
8. Etil eter dari asetominophen (fenasetin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi namun penggunaan jagka panjang dapat mengakibatkan methaemoglobin, kerusakan ginjal, dan karsinogenik.
9. Ester salisilat pada asetaminofen (fenetsal) mengurangi efek toksis dan emnambah aktivitas analgesik.

3. Turunan 5-Pirazolon & Pirazolidindion
Mengurangi rasa skt nyeri kepala, nyeri spasma usus, ginjal, sal empedu&urin, neuralgia, migrain,dismenerhu, nyeri gigi, nyeri rematik. Efek samping : agranulositosis pada bbrp kasus dpt berakibat fatal.
Contoh : antipirin, amidopirin, dan metampiron.
a. Antipirin (fenazon)
Mempunyai aktivitas analegsik antipiretik setara dengan asetanilid. Efek samping agranulositosis lebih besar dan memiliki efek paralisis pada saraf sensorik dan motorik sehingga digunakan untuk anestesi lokal dan vasokontriksi pada pengobatan laringitis dan rinitis. Dosis larutan 5-15 %
b. Amidopirin
Memiliki aktivitas analgesik setara antipirin. Absorbsi obat dalam saluran cerna lebih cepat dengan waktu paro 2-3 jam dan 25-30% terikat dengan protein plasma.
c. Metampiron
Metampiron merupakan analgesik yang cukup populer di Indonesia. Metapiron terabsorbsi cepat dalam saluran cerna dan cepat termetabolisme di hati. Dosis yang digunakan adalah 50mg 4 kali sehari.

Pada turunan pirazolidindion memiliki gugus keto pada C3 sehingga dapat membentuk enol aktif yang mudah terionisasi. Hubungan struktur aktivitas turunan pirazolidindion
1. Substitusi atom H pada C4 dengan gugus metil menghilangkan aktivitas antiradang karena senyawa tidak dapat membentuk gugus enol.
2. Penggantian 1 atom N pada inti pirazolidindion dengan atom O, pemasukan gugus metil dan halogen pada cincin benzen dan penggantian gugus n-butil dengan gugus alil atau propol tidak memengaruhi aktivitas antiradang.
3. Penggantian inti benzen dengan siklopentan atau sikloheksan akan
menghilangkan aktivitas.
4. Penigkatan keasaman akan mengurangi efek antiradang dan meningkatkan efek urikosurik.

4. Turunan Asam N-Arilantranilat
Turunan asam N-antranilat merupakan analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan ini memiliki antiradang pada pengobatan rematik, mengurangi rasa nyeri pada nyeri ringan dan moderat. Efek samping iritasi saluran cerna, diare, mual, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis, dan trombositopenia. Contoh : Asam mefenamat, asam flufenamat, asam meklofenamat
Hubungan struktur aktivitas turunan asam antranilat :
1. Aktivitas lebih tinggi jika pada inti benzen yang memunyai atom N dengan posisi  
    2,3, dan 6.
2. Senyawa yang aktif adalah turunan senyawa 2,3 disubstitusi.
3. Memilikiaktivitas lebih tinggi jika gugus pada N-aril di luar koplanaritas asam
    antranilat.
4. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan reseptor hipotetik antiradang.
5. Adanya substitusi pada o-metil pada asam mefenamat dan o-klor pada asam
    meklofenamat meningkatkan aktivitas analgesik.
6. Penggantian atom N pada asam mefenamat dengan senyawa isosterik seperti
    O,S, CH2 menrurunkan aktivitas.

5. Turunan Asam Arilasetat & Heteroarilasetat
Turunan asam arilasetat dan heteroarilasetat memiliki aktivitas cukup tinggi namun efek samping pada saluran cerna cukup besar. Contoh : diklofenak, ibuprofen, ketoprofen, fenoprofen, namoksirat, dan fenbufen
Hubungan struktur aktivitas turunan asam arilasetat dan heteroarilasetat
1. Mempunyai gugus karboksil atau ekivalennya seperti asam enolat, asma hidroksamat, sulfonamida, tetrasol yang terpisah oleh 1 atom C dari inti aromatik datar.
2. Adanya gugus α-metil pada rantai samping asetat dapat meningkatkan aktivitas antiradang. Contoh : ibufenak tidak mempunyai gugus α-metil dan bersifat hepatotoksik. Makin panjang rantai C, aktivitas semakin rendah.
3. Adanya α-substitusi senyawa bersifat optis aktif dan kadang-kadang isomer 1 lebih aktif dibanding yanglain. Konfigurasi yang aktif adalah bentuk isomer S. Contoh : S(+) ibuprofen lebih aktif dibanding isomer (-). Sedangkan isomer (+) dan (-) fenoprofen mempunyai aktivitas yang sama.
4. Mempunyai gugus hidrofob yang terikat pada C inti aromatik pada posisi meta atau para dari gugus asetat.
5. Turunan ester dan amida juga memunyai aktivitas antiradang karena secara in vivo dihidrolisis menjadi bentuk asamnya.

6. Turunan Oksikam
Turunan ini umumnya bersifat asam, mempunyai efek antiradang, analgesik, antipiretik, efektif untuk pengobatan simtomatik rematik atritis, osteoartritis, dan antipirai.
Contoh : piroksisam & tenoksisam.
a.Piroksisam
Piroksisam memilikiefek analgesik, antirematik, antiradang setara dengan indometasin dengan masa kerja yang cukup panjang. Piroksisam memiliki efek samping iritasi saluran cerna yang cukup besar. Piroksisam terserap dengan baik pada saluran cerna, 99% obat terikat pada protein plasma. Kadar tertinggi plasma pada 3-5 jam setelah pemberian oral dengan waktu paro plasma 30-60 jam.
b.Tenoksisam
Tenoksisam mempunyai aktivitas antiradang , analgesik-antipiretik dan juga menghambat agregasi platelet. Tenoksisam terutama digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan dan kelainan degeneratif pada sistem otot rangka. Efek iritasi saluran cerna cukup besar dengan waktu paro 72 jam.


Daftar Pustaka
Dewoto, H. R. (2008) ‘Analgesik Opioid dan Antagonis dalam’, Farmakologi dan Therapi. 5th edn. Edited by S. G. Gunawan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,p. 210.
Tjay dan K .Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta; PT Elex Media Komputindo.

Permasalahan: :
1. Apakah perbedaan mendasar antara Analgetik Narkotik & Analgetik Non- 

   narkotik ?
2. Bagaimanakah Mekanisme terjadinya nyeri ?
3. Bagaimanakah Pengaruh Analgetik secara Farmakokinetik ?
4. Bagaimanakah Pengaruh Analgetik secara Farmakodinamik ?



HEMATOLOGI

HEMATOLOGI

Darah  adalah  cairan  yang  terdapat  pada  semua  makhluk  hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi untuk mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan  kimia  hasil  metabolisme,  dan  juga  sebagai  pertahanan  tubuh terhadap  virus  atau  bakteri.  Istilah  medis  yang  berkaitan  dengan  darah diawali  dengan  kata  hemo  atau  hemato  yang  berasal  dari  kata  Yunani yang berarti haima yang berarti darah.
Darah manusia berwarna merah, namun dalam hal ini warna darah ada  dua  jenis  warna  merah  pada  darah  manusia.  Warna  merah  terang menandakan   bahwa   darah   tersebut   mengandung   banyak   oksigen, sedangkan   warna   merah   tua   menandakan   bahwa   darah   tersebut mengandung  sedikit  oksigen  atau  dalam  arti  lain  mengandung  banyak karbondioksida.   Warna   merah   pada   darah   disebabkan   oleh   adanya hemoglobin.  Hemoglobin  adalah  protein  pernafasan  (respiratory  protein)  yang  mengandung  besi  (Fe)  dalam  bentuk  heme  yang  merupakan  tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Darah juga  mengangkut  bahan-bahan  sisa  metabolisme,  obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.
Definisi Darah   adalah   cairan   yang   ada   pada   manusia   sebagai   alat transportasi   berfungsi   untuk   mengirimkan   zat-zat   dan   oksigen   yang dibutuhkan  oleh  jaringan tubuh,  mengangkut  bahan-bahan  kimia  hasil metabolisme,  dan  juga  sebagai  pertahanan  tubuh  terhadap  virus  atau bakteri.
Komposisi DarahDarah  terdiri  dari  55%  Plasma  Darah  (bagian  cair  darah)  dan  45% Korpuskuler (bagian padat darah).
Plasma Darah (Bagian Cair Darah)Plasma  darah  adalah  salah  satu  penyusun  darah  yang  berwujud cair  serta  mempengaruhi  sekitar  5%  dari  berat  badan  manusia.  Plasma darah  memiliki  warana  kekuning-kuningan  yang  didalamnya  terdiri  dari 90%  air,  8%  protein,  dan  0,9%  mineral,  oksigen,  enzim,  dan  antigen. Sisanya berisi bahan organik, seperti lemak, kolestrol, urea, asam amino, dan glukosa. Plasma  darah  merupakan  cairan  darah  yang  berfungsi  untuk mengangkut dan mengedarkan sari-sari makanan ke seluruh bagian tubuh manusia,  dan  mengangkut  zat  sisa  metabolisme  dari  sel-sel  tubuh  atau dari seluruh jaringan tubuh ke organ pengeluaran.

Di dalam plasma darah terdapat beberapa protein terlarut yaitu:
1. Albumin berfungsi untuk memelihara tekanan osmotik
2. Globulin berfungsi untuk membentuk zat antibodi
Pada gambar 1.1 Skema susunan darah manusia, disebutkan bahwa plasma  darah  terdiri  atas  serum  dan  fibrinogen.  Seperti  yang  telah dijelaskan  diatas,  fibrinogen  adalah  sumber  fibrin  yang  berfungsi  dalam proses pembekuan darah, sedangkan serum adalah suatu cairan berwarna kuning.  Serum  berfungsi  sebagai  penghasil  zat  antibodi  yang  dapat membunuh bakteri atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh kita.

Korpuskuler (Bagian Padat Darah)Korpuskuler terdiri dari tiga bagian:
1. Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel  darah  merah  atau  yang  juga  disebut  eritrosit  berasal  dari bahasa  Yunani  yaitu,  erythos  yang berarti  merah  dan  kytos  yang  berarti selubung/sel.  Eritrosit  merupakan  bagian  sel  darah  yang  mengandung hemoglobin  (Hb).  Hemoglobin  adalah  biomolekul  yang  mengikat  oksigen. Sedangkan  darah  yang  berwarna  merah  cerah  dipengaruhi  oleh  oksigen yang diserap dari paru-paru.  Pada saat darah mengalir  ke seluruh tubuh, hemoglobin  melepaskan  oksigen  ke  sel  dan  mengikat  karbondioksida. Jumlah hemoglobin pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100 cc  darah.  Normal  Hb  wanita  11,5  mg%  dan  laki-laki  13,0  mg%.  Sel  darah merah  memerlukan  protein  karena  strukturnya  terdiri  dari  asam  amino dan  memerlukan  pula  zat  besi,  sehinnga  diperlukan  diet  seimbang  zat besi.  Di  dalam  tubuh  banyaknya  sel  darah  merah  ini  bisa  berkurang, demikian  juga  banyaknya  hemoglobin  dalam  sel  darah  merah.  Apabila kedua-duanya berkurang maka keadaan ini disebut animea, yang biasanya disebabkan  oleh  pendarahan  hebat,  penyakit  yang  melisis  eritrosit,  dan tempat pembuatan eritrosit terganggu.Bentuk  sel  darah  merah  pada  manusia  adalah  bikonkaf    atau berbentuk   piringan   pipih   seperti   donat.   Kepingan   eritrosit   manusia memiliki  diameter  sekitar  6-8  μm  dan  tebalnya  sekitar  2  μm,  eritrosit termasuk  sel  paling  kecil  daripada  sel-sel  lainnya  yang  terdapat  pada tubuh manusia. Jumlah sel darah merah adalah jumlah yang paling banyak dibandingkan  jumlah  sel  darah  lainnya.  Secara  normal,  di  dalam  darah seorang laki-laki dewasa terdapat 25 trilliun sel darah merah atau setiap satu milimeter kubik (1 mm3) darah trdapat 5 juta sel darah merah. Pada perempuan  dewasa,  jumlah  sel  darah  merah  per  milimeter  kubiknya sebanyak 4,5 juta.
Sel  darah  merah  hanya  mampu  bertahan  selama  120  hari.  Proses dimana eritrosit diproduksi dimaksud eritropoiesies. Sel darah merah yang rusak  akhirnya  akan  pecah  menjadi partikel-partikel  kecil  di  dalam  hati dan limpa. Sebagian besar sel yang rusak dihancurkan oleh limpa dan yang lolos akan dihancurkan oleh hati. Hati menyimpan kandungan zat besi dari hemoglobin yang kemudian diangkut oleh darah ke sumsum merah tulang untuk  membentuk  sel  darah  merah  yang  baru.  Sumsum  merah  tulang memproduksi  eritrosit,  dengan  laju  produksi  sekitar  2  juta  eritrosit  per detik.  Produksi  dapat  distimulasi  oleh  hormon  eritoprotein  (EPO)  yang disintesa  ginjal.  Hormon  ini  sering  digunakan  para  atlet  dalam  suatu pertandingan  sebagai  doping.  Saat  sebelum  dan  sesudah  meninggalkan sumsum  tulang  belakang,  sel  yang  berkembang  ini  dinamakan  retikulosit dan jumlahnya sekitar 1% dari semua darah yang beredar.
2. Sel Darah Putih (Leukosit)
Sel  darah  putih  (leukosit)  jauh  lebih  besar  daripada  sel  darah merah.  Namun  jumlah  sel  darah  putih  jauh  lebih  sedikit  daripada  sel darah  merah.  Pada  orang  dewasa  setiap  1  mm3  darah  terdapat  6.000-9.000  sel darah  putih.  Tidak  seperti  sel  darah  merah,  sel  darah  putih memiliki  inti  (nukleus).  Sebagian  besar  sel  darah  putih  bisa  bergerak seperti  Amoeba  dan  dapat  menembus  dinding  kapiler.  Sel  darah  putih dibuat di dalam sumsum merah, kelenjar limfa, dan limpa (kura).
Berdasarkan ada tidaknya granula di dalam plasma, leukosit dibagi:
a.  Leukosit Bergranula (Granulosit)
Neutrofil adalah sel darah putih yang paling banyak yaitu sekitar 60%. Plasmanya   bersifat   netral,   inti   selnya   banyak   dengan   bentuk   yang bermacam-macam  dan  berwarna  merah  kebiruan. Neutrofil  bertugas untuk memerangi bakteri pembawa penyakit yang memasuki tubuh
Eosinofil  adalah  leukosit  bergranula  dan  bersifat  fagosit. Jumlahnya sekitar  5%.  Eosinofil  akan  bertambah  jumlahnya  apabila  terjadi  infeksi yang  disebabkan  oleh  cacing.  Plasmanya  bersifat  asam.  Itulah  sebabnya eosinofil akan menjadi merah tua apabila ditetesi dengan eosin. Eosinofil memiliki   granula   kemerahan.   Fungsi   dari   eosinofil   adalah   untuk memerangi  bakteri,  mengatur  pelepasan  zat  kimia,  dan  membuang  sisa-sisa sel yang rusak.
Basofil adalah leukosit bergranula yang berwarna kebiruan. Jumlahnya hanya  sekitar  1%.Plasmanya  bersikap  basa,  itulah  sebabnya  apabila basofil ditetesi dengan larutan basa, maka akan berwarna biru. Sel darah putih  ini  juga  bersifat  fagositosis.  Selain  itu,  basofil  mengandung  zat kimia anti penggumpalan yang disebut heparin.
b. Leukosit Tidak Bergranula (Agranulosit)
Limfosit  adalah  leukosit  yang  tidak  memiliki  bergranula.  Intiselnya hampir bundar dan terdapat dua macam limfosit kecil dan limfosit besar. 20%  sampai  30%  penyusun  sel  darah  putih  adalah  limfosit.  Limfosit  tidak dapat bergerak dan berinti satu. Berfungsi sebagai pembentuk antibodi.
Monosit  adalah  leukosit  tidak  bergranula.  Inti  selnya  besar  dan berbentuk  bulat  atau  bulat  panjang.  Diproduksi  oleh  jaringan  limfa  dan bersifat fagosit.
Leukosit  yang  berperan  penting  terhadap  kekebalan  tubuh  ada dua macam:
1. Sel Fagositakan menghancurkan benda asing dengan cara menelan (fagositosis).
Fagosit terdiri dari dua macam :
a. Neutrofil, terdapat dalam darah.
b. Makrofag,  dapat  meninggalkan  peredaran  darah  untuk masuk kedalam jaringan atau rongga tubuh.
2. Sel LimfositLimfosit terdiri dari:
a. T Limfosit (T sel), yang bergerak ke kelenjar timus (kelenjar limfa di dasar leher)
b) B Limfosit (B Sel) Keduanya dihasilkan oleh sumsum tulang dan  diedarkan  ke  seluruh tubuh  melalui  pembuluh  darah, menghasilkan  antibodi  yang  disesuaikan  dengan  antigen yang  masuk  ke  dalam  tubuh.  Seringkali  virus  memasuki tubuh  tidak  melalui  pembuluh  darah tetapi  melalui  kulit dan  selaput  lendir  agar  terhindar  dari  lukosit.  Namun  sel-sel  tubuh  tersebut  tidak  berdiam  diri.  Sel-sel  tersebut akan  menghasilkan  interferon  suatu  protein  yang  dapat memproduksi   zat   penghalang   terbentuknya   virus   baru (replikasi).   Adanya   kemampuan   ini   dapat   mencengah terjadinya serangan virus.
3. Keping Darah (Trombosit) Dibandingkan  dengan  sel  darah  lainnya,  keping  darah  memiliki ukuran yang paling kecil, bentuknya tidak teratur, dan tidak memiliki inti sel.  Keping  darah  dibuat  di  dalam  sumsum  merah  yang  terdapat  pada tulang  pipih  dan  tulang  pendek.  Setiap  1  mm3  darah  terdapat  200.000 –300.000  butir  keping  darah.  Trombosit  yang  lebih  dari  300.000  disebut trombositosis,    sedangkan    apabila    kurang  dari 200.000 disebut trombositopenia. Trombosit hanya mampu  bertahan  8  hari.

Fungsi Darah
Fungsi Darah Darah memiliki  bagian  yang  cair  (plasma  darah)  dan  bagian  yang padat  (sel  darah).  Bagian –bagian  tersebut  memiliki  fungsi  tertentu dalam  tubuh.  Secara  garis  besar,  fungsi  utama  darah  adalah  sebagai berikut:
1. Alat  pengangkut  zat-zat  dalam  tubuh,  seperti  sari-sari  makanan, oksigen, zat-zat sisa metabolisme, hormon, dan air.
2. Menjaga  suhu  tubuh  dengan  cara  memindahkan  panas  dari  organ tubuh  yang  aktif  ke  organ  tubuh  yang  kurang  aktif  sehingga  suhu tubuh tetap stabil, yaitu berkisar antara 36 –37oC.
3. Membunuh  bibit penyakit  atau  zat  asing  yang  terdapat  dalam tubuh oleh sel darah putih.
4.Pembekuan darah yang dilakukan oleh keping darah (trombosit)

Permasalahan :
1. Bagaimanakah peran Hematologi terhadap sistem imun masnusia ?
2. Apakah peran penting darah terhadap sistem Hematologi manusia ?
3. Apakah gangguan-gangguan yang dapat terjadi terhadap sistem Hematologi manusia?